Belakangan ini, dari berbagai
kejadian peristiwa di masyarakat mulai dari kasus ahok pada awal desember lalu
(penistaan agama) sampai dengan perayaan natal beberapa hari yang lalu tidak
lepas dari pernyataan-pernyataan fatwa MUI dan sekarang yang sedang ramai
dibicarakan yaitu tentang larangan penggunaan atribut natal.
Seperti diberitakan sebelumnya, Majelis
Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram menggunakan atribut non-Muslim seiring
fenomena saat peringatan hari besar agama non-Islam terdapat umat Islam
menggunakan atribut atau simbol keagamaan non-Muslim. Yang sering jadi sorotan
adalah saat Natal, sejumlah karyawan Muslim ikut mengenakan busana Santa atau
Natal.
"Menggunakan atribut keagamaan
non-Muslim adalah haram," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin lewat
publikasi fatwanya di Jakarta.
Fatwa ini kemudian
memicu ormas radikal untuk men-sweeping beberapa mall di Surabaya. Ada juga
ormas yang memaksa bubar acara KKR Natal di Bandung. Ada juga ormas yang
melakukan pengrusakan dan pemukulan di suatu restoran yang memakai hiasan Natal
di Solo. Ada juga ormas yang bikin demo anti Natal. Dengan munculnya fatwa ini
orang2 mulai banyak yang menegur dan memperingatkan para pegawai mall hanya
karena mereka memakai atribut natal yang dimaksudkan hanya sebagai asesoris
penghias untuk memeriahkan season natal.
Politisi PDIP
yang juga tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Zuhairi Misrawi menegaskan bahwa
fatwa MUI merupakan opini, sehingga akan terus ditandingi dengan opini yang
lain. “Fatwa MUI itu opini, akan ditandingi dengan opini yang lain. Mufti Mesir
berfatwa, dan al-Azhar berfatwa. Kadang fatwanya sama, tapi kadang beda,” tulis
Zuhairi di akun Twitter @zuhairimisrawi.
Senada dengan Zuhairi, tokoh liberal Akhmad Sahal di
akun @sahaL_AS me-retweet akun king_odar: “Betul, fatwa MUI atau Ulama secara
umum tak mengikat. Makanya gerakan mengawal fatwa MUI itu lucu. Opini hukum kok
pake dikawal.”
Putri Gus Dur, Alissa Wahid turut mengomentari
sosialisasi fatwa MUI tentang atribut keagamaan yang dilakukan massa Front
Pembela Islam di Surabaya. “Kewajiban aparat menertibkan yang ingin main hakim
sendiri. MUI bukan lembaga negara, fatwanya bukan hukum positif,” tulis
@AlissaWahid.
Umat Islam, harus saling
menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi
adalah menghormati dan menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan
ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
Bukankah Islam itu diturunkan ke bumi sebagai rahmat
bagi seluruh ciptaan-Nya?
Rahmat bagi semesta alam -- Rahmatan lil Alamin dan
bukan untuk membuat susah? Perbedaan itu memang merupakan salah satu rahmat-Nya
yang indah. Namun kebersamaan adalah perekat ukhuwah.