26 Des 2016

Fatwa MUI, Mengapa dilecehkan ?

Belakangan ini, dari berbagai kejadian peristiwa di masyarakat mulai dari kasus ahok pada awal desember lalu (penistaan agama) sampai dengan perayaan natal beberapa hari yang lalu tidak lepas dari pernyataan-pernyataan fatwa MUI dan sekarang yang sedang ramai dibicarakan yaitu tentang larangan penggunaan atribut natal.

Seperti diberitakan sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram menggunakan atribut non-Muslim seiring fenomena saat peringatan hari besar agama non-Islam terdapat umat Islam menggunakan atribut atau simbol keagamaan non-Muslim. Yang sering jadi sorotan adalah saat Natal, sejumlah karyawan Muslim ikut mengenakan busana Santa atau Natal.

"Menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin lewat publikasi fatwanya di Jakarta.

Fatwa ini kemudian memicu ormas radikal untuk men-sweeping beberapa mall di Surabaya. Ada juga ormas yang memaksa bubar acara KKR Natal di Bandung. Ada juga ormas yang melakukan pengrusakan dan pemukulan di suatu restoran yang memakai hiasan Natal di Solo. Ada juga ormas yang bikin demo anti Natal. Dengan munculnya fatwa ini orang2 mulai banyak yang menegur dan memperingatkan para pegawai mall hanya karena mereka memakai atribut natal yang dimaksudkan hanya sebagai asesoris penghias untuk memeriahkan season natal.

Politisi PDIP yang juga tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Zuhairi Misrawi menegaskan bahwa fatwa MUI merupakan opini, sehingga akan terus ditandingi dengan opini yang lain. “Fatwa MUI itu opini, akan ditandingi dengan opini yang lain. Mufti Mesir berfatwa, dan al-Azhar berfatwa. Kadang fatwanya sama, tapi kadang beda,” tulis Zuhairi di akun Twitter ‏@zuhairimisrawi.

Senada dengan Zuhairi, tokoh liberal Akhmad Sahal di akun ‏@sahaL_AS me-retweet akun king_odar: “Betul, fatwa MUI atau Ulama secara umum tak mengikat. Makanya gerakan mengawal fatwa MUI itu lucu. Opini hukum kok pake dikawal.”

Putri Gus Dur, Alissa Wahid turut mengomentari sosialisasi fatwa MUI tentang atribut keagamaan yang dilakukan massa Front Pembela Islam di Surabaya. “Kewajiban aparat menertibkan yang ingin main hakim sendiri. MUI bukan lembaga negara, fatwanya bukan hukum positif,” tulis @AlissaWahid.

Umat Islam, harus saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghormati dan menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.

Bukankah Islam itu diturunkan ke bumi sebagai rahmat bagi seluruh ciptaan-Nya?  
Rahmat bagi semesta alam -- Rahmatan lil Alamin dan bukan untuk membuat susah? Perbedaan itu memang merupakan salah satu rahmat-Nya yang indah. Namun kebersamaan adalah perekat ukhuwah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar